JAKARTA-Kebijakan pemerintah untuk membuka kembali ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya berbuah manis. Penerimaan Bea Keluar (BK) dari komoditas tersebut terbang lebih dari 800% pada Juni tahun ini.
Sebagai catatan, pemerintahan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat melarang ekspor CPO dan produk turunannya
selama periode 28 April-22 Mei 2022. Larangan ekspor tersebut langsung
memangkas penerimaan BK pada Mei lalu.
Pada pertengahan Juni, pemerintah
bahkan mengeluarkan program flush out atau percepatan penyaluran ekspor untuk
komoditas CPO dan turunannya. Kebijakan tersebut berlaku dari 14 Juni 2022
hingga 31 Juli 2022.
Dua kebijakan tersebut langsung
berdampak besar terhadap penerimaan BK Juni tahun ini.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, penerimaan BK pada Juni 2022 tercatat Rp
7,26 triliun atau melonjak 443,6% dibandingkan Mei 2022 serta 149,7%
dibandingkan Juni 2021.
Penerimaan BK pada Juni adalah yang
tertinggi sepanjang tahun ini. Besaran penerimaan BK pada Juni juga dua kali
lipat lebih banyak dibandingkan rata-rata bulanan tahun ini (Rp 3,85 triliun).
Lonjakan penerimaan BK pada Juni
ditopang oleh komoditas CPO dan produk turunannya. Penerimaan BK dari kelompok
CPO dan produk turunannya pada Juni 2022 menembus Rp 6,7 triliun.
Jumlah tersebut melesat 805,9%
dibandingkan bulan Mei 2022. Dilihat dari nominalnya, penerimaan BK CPO dan
produk turunannya meningkat Rp 5,96 triliun.
Penerimaan BK dari komoditas CPO dan
produk turunannya pada Juni adalah yang tertinggi sepanjang tahun ini. Nilainya
bahkan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan rata-rata penerimaan bulanan
2022 (Rp 2,5 triliun).
Kontribusi penerimaan BK CPO dan
produk turunannya terhadap total penerimaan bahkan menembus 92%, jauh lebih
tinggi dibandingkan Mei lalu yang tercatat 51%. Dari tiga kelompok CPO dan
turunnya yakni bungkil dan kernel, CPO, dan turunan CPO, sumbangan penerimaan
BK terbesar datang dari kelompok turunan CPO.
Penerimaan BK dari kelompok turunan
CPO menembus Rp 5,48 triliun pada Juni, melesat 1002,1% dibandingkan pada Mei
yang tercatat Rp 494 miliar.
Penerimaan BK dari kelompok CPO
terbang 2.241% menjadi Rp 494,18 miliar pada Juni dari Rp 21,10 miliar pada
Mei. Penerimaan BK dari bungkil dan kernel melonjak 229,5% menjadi Rp 730,72
miliar pada Juni dari Rp 221,78 miliar pada Mei.
"Penerimaan didorong volume
ekspor CPO & Turunannya dipengaruhi kebijakan skema percepatan ekspor CPO
& Turunannya setelah sempat ada pelarangan ekspor," tulis Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, kepada CNBC Indonesia.
Penerimaan BK dari komoditas mineral
seperti tembaga turun 7,6% menjadi Rp 536,07 miliar pada Juni tahun ini, dari
Rp 579,89 miliar pada Mei. Penurunan salah satunya dipengaruhi oleh
berkurangnya ekspor tembaga yang dilakukan PT Freeport Indonesia.
Ekspor tembaga menyumbang penerimaan
BK sebesar Rp 446,59 miliar pada Juni, turun dibandingkan perolehan pada Mei
yang tercatat Rp 470,51 miliar. Pada bulan lalu, PT Freeport hanya mengekspor
tembaga sebanyak 142 ribu ton sementara sepanjang Mei mencapai 143 ribu ton.
Secara keseluruhan, penerimaan BK
pada periode Januari-Juni 2022 mencapai Rp 23,1 triliun. Angka tersebut naik 75
% dibandingkan penerimaan Januari-Juni 2021 yang tercatat Rp 13,2 triliun.
Laporan Pemerintah Tentang
Pelaksanaan APBN Semester I Tahun 202 memperkirakan penerimaan BK pada tahun
ini akan menembus Rp 48,91 triliun. Jumlah tersebut meningkat drastis
dibandingkan perolehan BK pada 2021 yang mencapai Rp 34,6 triliun.
0 Komentar