JAKARTA-Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina dan Rusia, penting dan bermanfaat walau hasilnya belum segera terlihat. Jokowi dinilai sedang menjalankan tugas tugas konstitusional dalam kunjungan tersebut.
Hal tersebut merupakan inti dari
diskusi online bertajuk “Jokowi Pembawa Misi Perdamaian” yang digelar DPP PSI,
Selasa (5/6/2022) malam. Hadir sebagai narasumber Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Philips J Vermonte dan Analis
Pertahanan-Militer Connie Rahakundini Bakrie.
Menurut Philips, ada sesuatu yang
tidak terkatakan dalam kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Namun,
tutur dia, kunjungan tersebut memiliki tujuan yang jelas, yakni Presiden Jokowi
ingin memastikan kehadiran negara-negara G-20 dalam pertemuan pada November
2022.
“Jangan sampai konflik mengganggu
pertemuan G-20 yang sangat dibutuhkan dalam upaya pemulihan ekonomi dunia,”
kata Philips, Rabu (6/7/2022).
Selain itu, menurut Philips,
kunjungan Presiden Jokowi merupakan keharusan, karena mandat konstitusi untuk
menjaga perdamaian dunia.
“Indonesia tidak bisa berdiam diri
ketika ada pelanggaran kedaulatan, apa pun argumennya. Prinsip kita, dari dulu,
menempatkan territory, integrity dan sovereignty sebagai acuan utama dalam
menjalankan politik luar negeri. Siapa pun pemerintah yang sedang berjalan akan
mendapat tugas konstitusional ini,” tuturnya.
Lebih jauh, Philips menambahkan
Rusia merupakan salah salah satu kekuatan inti dunia dan salah satu mitra utama
ASEAN. Dia menilai jika Indonesia bisa menjaga hubungan baik dengan Rusia, maka
hal tersebut akan baik juga untuk ASEAN.
Di lain pihak, dia mengatakan
Indonesia mempunyai hubungan historis dengan Ukraina. Ukraina salah satu yang
pertama membantu kedaulatan Indonesia, membawa isu ke Dewan Keamanan PBB pada
1946.
“Kunjungan pak Jokowi ini
menunjukkan Indonesia konsisten dalam menjalankan politik luar negeri.
Konsistensi ini penting karena akan dibaca oleh negara-negara lain dan menjadi
rekam jejak,” terang mantan Direktur Eksekutif CSIS ini.
Sementara itu, Connie Rahakundini
Bakrie juga menilai positif kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Namun, kata
dia, hasil kunjungan tersebut memang tidak bisa segera dilihat.
“Presiden Jokowi bukan David
Copperfield, bukan tukang sulap. Hari ini datang, besok berubah. Karena
kompleks sekali sekali masalahnya. Sejak awal saya sudah bilang, pemerintah
Ukraina menjadikan negaranya sebagai mandala atau arena perang buat musuh-musuh
Rusia yang jumlahnya banyak,” katanya.
“Kompleksitas persoalan itu yang
membuat perdamaian akan sulit. Namun, sulit bukan berarti mustahil. Jalur
diplomasi harus dibuka, prosesnya bisa lama dan panjang. Kasus Bosnia saja
membutuhkan 2-3 tahun sampai selesai,” tuturnya.
Connie mengatakan Indonesia adalah
bagian dari gerakan non-blok. Karena itu, Indonesia harus bermain sebaik dan
seaktif mungkin dengan tetap harus memikirkan kepentingan nasional kita. Selain
itu, Indonesia harus memenuhi amanat konstitusi untuk menciptakan perdamaian
dunia.
0 Komentar