Tingkat kepuasan terhadap kinerja
Presiden Jokowi mengalami kenaikan dalam dua bulan terakhir. Dalam rilis survei
terbaru yang digelar oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 13-21 Agustus
2022, tingkat kepuasan terhadap Jokowi mencapai 72,3 persen.
"Tingkat kepuasan terhadap
Presiden ada peningkatan selama enam bulan terakhir. Itu tingkat kepuasan
masyarakat dari 66 persen menjadi 68 persen, kemudian sekarang menjadi 72 persen,"
ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring,
Ahad, 4 September 2022.
LSI mewawancarai secara langsung
1.220 responden yang sudah berusia 17 tahun atau lebih dan dipilih secara
random (multistage random sampling). Margin of error dari ukuran sampel
tersebut sebesar +/- 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan
asumsi simple random sampling.
Quality control terhadap hasil
wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh
supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam
quality control itu tidak ditemukan kesalahan berarti.
Djayadi menerangkan, survei ini
digelar sebelum pemerintah mengumumkan harga BBM naik. Oleh karena itu, ia
yakin tingkat kepuasan terhadap Jokowi bakal berubah dalam survei selanjutnya.
Apa lagi, Djayadi menyebut tingkat
kepuasan terhadap kinerja Jokowi sangat dipengaruhi terhadap kebijakan ekonomi.
"Kondisi ekonomi berkorelasi positif dengan tingkat kepuasan terhadap
Presiden," ujar Djayadi.
Adapun alasan masyarakat puas
terhadap kinerja Jokowi, paling besar karena adanya program bantuan kepada
rakyat kecil, lalu pembangunan infrastruktur, memiliki kinerja baik, merakyat,
mampu mengendalikan harga bahan pokok, hingga memiliki kepribadian yang
dianggap dekat dengan rakyat
"Kalau dilihat di sini, soal
ekonomi masih mendominasi penilaian masyarakat terhadap kinerja Presiden,"
kata Djayadi.
Sementara untuk tingkat
ketidakpuasan, nilainya mencapai 26 persen. Sama seperti sebelumnya, masyarakat
tidak puas terhadap Jokowi karena kebijakan terkait isu ekonomi. Seperti
misalnya harga bahan pokok, distribusi bantuan yang tidak merata, tidak
berpihak pada rakyat kecil, banyaknya pengangguran, hingga angka kemiskinan
yang stagnan.
0 Komentar