Pengamat sekaligus Direktur
Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno membeberkan perbedaan
pembangunan infrastruktur hasil kerja era Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY). Adi pun mengajak publik jernih mempelajari fakta
perbandingan keduanya untuk menghindari klaim sepihak.
"Infrastruktur misalnya, dalam
dua periode pemerintahan Jokowi ini, pembangunan jalan tol sepanjang 1.540,1 km
di seluruh Indonesia dapat diselesaikan dengan kurun waktu 7 tahun," ujar
Andi dalam keterangan tertulis, Minggu (18/9/2022).
Menurutnya, perkembangan pembangunan
jalan tol era Jokowi sangat pesat jika dibandingkan dengan era SBY yang dinilai
tidak semasif saat ini.
"Pembangunan ini sangat
mencolok perkembangannya karena pada periode sebelumnya, pada masa presiden SBY
sepanjang 189,2 km jalan tol baru rampung setelah pembangunan 10 tahun,"
katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan dari
sisi pembangunan atau kontsruksi bandara juga terdapat perbedaan yang mencolok,
di antaranya saat ini jumlah pembangunan bandara yang rampung lebih banyak jika
dibandingkan dengan era SBY yang merampungkan 24 pembangunan bandara dalam
kurun waktu 10 tahun.
"Ada lagi di sisi infrastruktur
dari segi konstruksi bandara. Pada 2004 hingga 2014 lalu sebanyak 24
pembangunan bandara terselesaikan," ucapnya.
"Kemudian pada masa
kepemimpinan Jokowi sebanyak 29 konstruksi bandara telah selesai dilakukan dan
infonya menargetkan 9 konstruksi bandara lagi akan selesai pada 2023, sebelum
periode kepemimpinan berakhir," imbuhnya.
Adi juga membeberkan data
pembangunan bendungan. Ia mengatakan di era Jokowi sebanyak 12 bendungan
selesai dibangun dalam kurun waktu 7 tahun pemerintahan.
"Dan sebanyak 27 bendungan
ditargetkan selesai pada 2024. Sementara pada masa SBY baru 14 dalam rentang 10
tahun pemerintahan dan beberapa yang lain tercatat mangkrak," katanya.
Bahkan jika melihat hasil survei
kepuasan publik ke pemerintah, pembangunan infrastruktur menempati rangking
pertama kepuasan publik ke Jokowi. Andi juga menyinggung pernyataan SBY yang
menyebut Pilpres 2024 telah diatur dua pasangan calon presiden. Menurutnya, hal
tersebut adalah pernyataan politik biasa menjelang pemilu.
"Saat ini situasinya memang
sedang hangat jelang tahun politik. Tapi kita semua harus tahu bahwa dua paslon
terjadi sejak pilpres 2014 dan 2019 lalu. Tapi tak ada yang menuding itu hasil
settingan," tuturnya.
Adi berpesan kepada elite bahwa soal
paslon tentu urusan elit. Tergantung konfigurasi politik yang berkembang.
Politik itu soal kuat-kuatan elit partai meyakinkan partai lain untuk bikin
poros politik. Ini hukum alam yang tak bisa dibantah.
"Yang ramai itu karena ada
tuduhan bahwa paslon 2024 mendatang hasil rekayasa dan setingan. Padahal partai
itu sangat otonom dan sulit diintervensi siapapun. Buktinya sekarang sudah
mulai bermunculan poros koalisi politik yang beragam," pungkasnya.
0 Komentar