Pengamat ekonomi dari Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Askar Muhammad mengatakan, berkat kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah atau biji nikel oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat.
“Jadi memang untuk pertumbuhan ekonomi di kuartal III kemarin, kalau dari pengamatan kami memang paling besar oleh dikontribusi oleh ekspor terutama ekspor bahan baku kita komoditas itu nikel ya lalu batubara juga salah satunya,” ujar Askar, Selasa (8/11).
Askar menjelaskan, value nikel ini menjadi besar banget karena hilirisasi yang awalnya diekspor mungkin kecil, karena mungkin karena ekspor biji nikel kemudian dibuat menjadi turunannya.
“Dan saat ini turunannya itu menjadi besar kontribusinya,” imbuh Askar.
Lebih lanjut Askar menambahkan, pelarangan ekspor nikel juga berpengaruh terhadap sektor manufaktur yang secara langsung juga turut mengerek laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Jadi patokannya itu awal 2020 sebelum 2020 kontribusi industri logam dasar terhadap sektor manufaktur itu kita bisa lihat di antara 3 persen sampai 4 persen,” jelasnya.
“Tapi pasca dilarang ekspor biji nikel kontribusinya itu sudah sampai 5 persen dan bahkan kemarin terakhir 5,9 persen hampir 6 persen artinya memang ini justru jadi salah satu sektor pendongkrak industri manufaktur kita yang sangat kita butuhkan di negara-negara maju,” imbuhnya
Selain itu, menurut Askar pelarangan ekspor bahan mentah nikel juga akan memantik minat investasi dari luar negeri untuk mengelola bahan mentah nikel menjadi barang yang memiliki nilai tambah.
“Kalau dari pengamatan kami memang pelarangan ekspor ini jalan pintas atau cara paling mudah untuk menarik investasi karena memang Indonesia bisa dibilang belum punya teknologinya nih untuk mengubah untuk mengelola nikel mentah menjadi nikel berkualitas,” tuntasnya.
Sebagaimana diketahui, pelarangan kebijakan ekspor mulai sejak 1 Januari 2020 lalu oleh Presiden Jokowi yang bertujuan untuk mendapatkan nilai tambah di dalam negeri dan menggalakkan hilirisasi nikel.
Pada awal mula kebijakan itu dikeluarkan ada sebagian kelompok yang tidak setuju sebab dikhawatirkan nilai ekspor negara bisa anjlok karena memberhentikan ekspor bijih nikel tersebut. Namun terbukti setelah larangan ekspor bijih nikel disetop dan Indonesia menggalakkan hilirisasi nikel di dalam negeri untuk mendapatkan hasil ekspor dengan nilai tambah, justru pendapatan negara dari ekspor hilirisasi nikel menjadi bertambah.
“Dulu ekspor nikel hanya mentahan, sekarang ada industri smelter. Dan harus kita paksa. Dulu nikel kita setop ramai, orang datang siapa saja menyampaikan hati-hati ekspor bisa anjlok karena memberhentikan ekspor nikel ini,” ujar Jokowi.
Tercatat, lewat pelarangan ekspor bijih nikel menjadi ekspor melalui proses hilirisasi, pendapatan negara melejit signifikan dari yang sebelumnya hanya USD 1,1 miliar atau Rp 15 triliunan pada tahun 2017-an menjadi USDS 20,9 miliar atau Rp 360 miliar pada tahun 2021.
“Meloncat dari Rp 15 triliun ke Rp 360 triliun, itu baru nikel. Nanti kita setop lagi timah, tembaga. Setop lagi ekspor barang-barang mentahan,” ungkap Jokowi.
“Hilirisasi jangan sampai berpuluh-puluh tahun menjual komoditas saja, kini setop tapi satu-satu tidak barengan,” pungkas Jokowi.
0 Komentar