Pemerintah telah menyiapkan 'senjata perang' untuk melawan kekalahan gugatan oleh Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri.
Seperti yang diketahui, Indonesia saat ini sudah melakukan banding hukum atas kekalahan gugatan di WTO itu.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan optimistis pihaknya akan menang dalam upaya banding di WTO melawan Uni Eropa. Pasalnya, kebijakan larangan ekspor bijih nikel dilakukan karena mempertimbangkan industri hilirisasi di dalam negeri.
Bara mengungkapkan kekalahan Indonesia terhadap gugatan Uni Eropa di WTO sebelumnya terjadi lantaran industri hilir di Indonesia dianggap belum matang. Oleh sebab itu, guna menghadapi banding yang diperkirakan akan mulai berlangsung pada 2024-2025 mendatang pemerintah akan memastikan bahwa industri hilir dari produk nikel di dalam negeri sudah kokoh.
"Nah sekarang ini kita betul betul ngebut untuk memperkuat industri terutama yang baterai EV. Nanti diharapkan kalau panel banding terbentuk yang diperkirakan 2024 walaupun itu tidak langsung mendengarkan kasus kita karena kasus kita ini ngantri di urutan 25. Jadi kalau kasus kita didengar tahun 2025 akhir misalnya itu industri kita kan sudah kuat jadi kita cukup yakin kalau argumentasi kita bisa diterima," kata dia.
Bara yakin peluang Indonesia untuk memenangkan upaya banding di WTO cukup besar seiring dengan masifnya pembangunan proyek smelter di dalam negeri. Apalagi saat ini pemerintah juga tengah menggenjot ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai.
"Nikel kan diambil dari bumi terus dikirim ke smelter kan untuk diolah. Bijih nikel itu kan bisa memproduksi besi dan bisa untuk baterai EV dua industri ini kan betul-betul kita dorong untuk bergerak lebih cepat," katanya.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur melawan Uni Eropa di WTO. "Dan tahun kemarin atas gugatan itu kita kalah, kalah jangan mundur. Kalau kita kalah, kemudian kita ragu, dan berbelok lagi ekspor bahan mentah, sampai kapanpun negara ini tidak akan jadi negara maju,' terang Presiden Jokowi dalam pembukaan Workshop Nasional Partai Amanat Nasional (PAN), Minggu (26/2/2023).
Dari keberanian Jokowi melawan gugatan Uni Eropa di WTO ternyata terungkap satu fakta, bahwa Indonesia setidaknya mengulur waktu supaya pengembangan hilirisasi di dalam negeri bisa berjalan.
Sehingga, jika Indonesia memang benar-benar kalah di WTO dan kegiatan ekspor mentah dibuka lagi, hilirisasi di dalam negeri sudah siap. "Usaha kita sekarang ya banding, gak tau kalau banding nanti kalah apakah ada banding lagi, diberi kesempatan ya banding lagi. Tapi apa dampaknya? saat kita digugat, banding, banding, industri kita sudah siap, kalau dibuka industri kita sudah siap, nikel kita sudah siap sekarang ini," ungkap Presiden Jokowi.
Asal tahu saja, atas kebijakannnya melarah ekspor bijih nikel dan membangun hilirisasi nilai tambah yang dihasilkan oleh RI, Presiden Jokowi mencatat ekspor bijih nikel yang tadinya hanya Rp17-an triliun, melejit menjadi Rp450-an triliun pada tahun 2022.
"Dari situlah negara mendapatkan pajak penghasilan, PPN, pajak karyawan, PNBP, bea ekspor kalau ikut di perusahaan seperti di Freeport kita dapat dividen dapat royalti, dari situ masuk sebagai penerimaan negara. dari penerimaan negara itulah bisa membiayai pembangunan di desa. bisa menganggarkan bansos jadi alurnya seperti itu," tandas Jokowi
0 Komentar