Proyek jumbo alutsista Rp 1.769 triliun yang digarap sendiri oleh Prabowo lewat PT. Teknologi Militer Indonesia dinilai hanya untuk “mengenyangkan” Prabowo dan kroni-kroninya, namun merugikan rakyat dan negara.
PT. TMI ini ditugaskan Prabowo untuk mengatur mark up anggaran pengadaan di Kementerian Pertahanan sampai 1000 persen. PT.TMI sering diposisikan seolah pihak rekanan langsung Kemhan, padahal faktanya hanyalah calo.
Demi meraup “uang panas” yang banyak, alutsista yang diborong pun tidak sesuai dengan spek maupun perencanaan. “Uang panas” yang nantinya diperoleh, akan membiayai operasional Gerindra dalam menyokong pencapresan Prabowo di 2024.
Hal itu dikuatkan dengan seluruh petinggi perusahaan juga tercatat sebagai elite Gerindra yakni Glenny Kairupan, Yudi Magio Yusuf, Prasetyo Hadi, dan Angga Raka Prabowo. Sesuai dengan akta PT Teknologi Militer Indonesia, Glenny menjabat komisaris utama perusahaan, sedangkan ketiga orang lainnya sebagai komisaris.
Proyek jumbo ini juga dikritik langsung oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, yang memaparkan temuan bahwa rencana modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) senilai Rp 1.760 triliun rawan tindak korupsi. Utamanya dalam kasus pembentukan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) selaku pengurus alutsista.
Dalam konteks UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), Adnan menjelaskan, korupsi didefinisikan sebagai tindak melawan hukum yang perbuatan itu memperkaya diri sendiri, orang lain, atau satu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
"Secara melawan hukumnya sudah jelas, seorang menteri mendirikan perusahaan swasta, dan perusahaan itu ditunjuk langsung mengurus pengadaan alutsista di lingkungan Kementerian Pertahanan," ujar dia.
0 Komentar