Oke, kali ini masih seputar Gibran. Menurut kabar yang saya dengar ada pihak yang sedang panik karena pencawapresan Gibran mengundang penolakan dan kemarahan besar-besaran.
Mereka berusaha mengalihkan perhatian banyak orang. Mereka berusaha menggiring otak kita untuk memperhatikan hal lain. Pokoknya mereka ingin masyarakat tidak fokus ke MK yang bermasalah. Mereka berharap masyarakat lupa dengan isu nepotisme dan dinasti politik.
Intinya ada semacam gerakan atau strategi untuk mengamankan Gibran dari isu anak emas yang diistimewakan oleh MK.
Solusi yang mereka pakai, jauh pengamatan saya adalah, mereka ambil sudut pandang hak Gibran sebagai warga negara untuk ikut pilpres. Mereka tanya, kenapa Gibran tidak boleh ikut pilpres? Apakah karena Gibran masih muda lantas tidak boleh mengabdi pada negara? Apakah karena anak presiden lantas dia tidak boleh jadi cawapres?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan dungu. Kenapa dungu, karena bukan itu yang dipermasalahkan orang. Pertanyaan yang paling dikhawatirkan banyak orang adalah kenapa MK seenaknya menambah aturan yang membuat Gibran langsung tancap gas jadi cawapres?
Apakah karena Gibran belum cukup umur, lantas aturan boleh ditambah seenaknya sehingga dia bisa lolos jadi cawapres? Dan jujur saja, mereka tidak berani menjawab itu. Karena mereka tahu, itu salah, tapi pura-pura tidak tahu. Makanya bisa dikatakan, mereka ini sedang melakukan pembodohan publik supaya kejanggalan ini bisa dimaklumi.
Yang paling lucu adalah Gibran dibandingkan dengan beberapa tokoh sejarah sebagai alasan Gibran layak jadi pemimpin di usia muda.
Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menyebut Gibran itu seperti Sutan Sjahrir. Bagi yang tidak tahu siapa Sutan Sjahrir, silakan tanya ke Google.
Saya pinjam komentar sejarawan bernama JJ Rizal yang agak kurang setuju Gibran disamakan dengan Sutan Sjahrir. Dia pernah memimpin organisasi mahasiswa bernama Perhimpunan Indonesia yang menuntut kemerdekaan dan meminta Belanda mencabut kekuasaannya dari Indonesia, sedangkan Gibran tidak pernah mengalami itu.
Sutan Sjahrir juga pernah dibuang di sebuah kamp konsentrasi ketika pulang dari Belanda ke Tanah Air, sedangkan Gibran pasti tidak pernah mengalami situasi seekstrim itu.
Nama Sutan Sjahrir juga sempat dijadikan rujukan oleh Mahkamah Konstitusi ketika membuat keputusan membolehkan seseorang maju sebagai capres-cawapres di bawah 40 tahun asalkan punya pengalaman sebagai kepala daerah.
Adik Prabowo bahkan membandingkan Gibran dengan Jenderal Soedirman, yang diangkat jadi panglima besar di usia 30 tahun. Semua orang pasti geleng-geleng kepala dan bertanya-tanya, kenapa kelompok sebelah makin lama makin kayak pelawak. Udah itu, lawakan gak lucu.
Jenderal Soedirman dibandingkan dengan Gibran, ya jauh lah. Yang satu berjuang mengusir penjajah dengan mempertaruhkan nyawa, sedangkan yang satu lagi berjuang menjadi cawapres dengan cara instan tanpa berkeringat, dia cuma duduk santai, dan menunggu kabar baik dari Mahkamah Konstitusi yang di dalamnya ada sang paman.
Meski sama-sama usia muda, tapi perbedaannya terlalu jauh. Bedanya cuma di usia muda.
Besok-besok entah siapa lagi yang akan mereka bandingkan. Mungkin Gibran nanti akan dianggap seperti Superman karena pada usia 20-an sudah jadi superhero penyelamat bumi. Atau mungkin Gibran akan disamakan dengan Spiderman yang umur 20-an sudah menjadi pahlawan penangkap penjahat. Gak sekalian bandingkan aja dengan Captain America?
0 Komentar