Sosok Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki ‘darah biru’ dan berasal dari latar belakang pemimpin sipil namun bisa menjadi presiden pilihanb rakyat dua periode dianggap mampu menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Bahwa untuk menjadi pemimpin siapa saja bisa, dan tidak harus pemilik partai atau berdarah ningrat.
Penegasan itu disampaikan Sekretaris
Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI)
Sahat Martin Philip Sinurat saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik
Organisasi Pemuda Lintas Agama bertajuk Pemuda berttanya, “Apa Legacy Jokowi?”,
di Kopibrug,Jakarta, Kamis, 21 Juli 2022.
“Ada legacy yang tidak bisa dilupakan
sama sekali. Pak Jokowi, akhirnya yang bukan siapa-siapa, yang tidak memiliki
darah ningrat, baik keluarga beliau dan isterinya bisa menjadi Presiden
Republik Indonesia. Pak Jokowi pemimpin sipil dipercaya menjadi Presiden, yang
sebelumnya SBY yang dari militer. Ini artinya, bahwa masyarakat Indonesia siapa
pun bisa menjadi presiden ke depannya,” kata Sahat.
Lebih lanjut, Sahat mengutarakan,
Presiden Jokowi memiliki mindset membangun Indonesia tidak hanya di Pulau Jawa
saja.
“Pak Jokowi sangat Indonesia
sentris, membangun Indonesia bukan hanya di Jawa, akan tetapi dibangunnya
infrastruktur di berbagai daerah dan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di
Kalimantan salah satu bukti bahwa pak Jokowi sangat Indonesia sentris,” kanjut
Ketua Umum PP GMKI masa bhakti 2016-2018.
Sahat mengakui, Presiden Jokowi
banyak membuat hal-hal yang besar selama memimpin negeri ini. Namun sayangnya,
lanjut Sahat, apa yang dilakukan orang nomor satu tersebut tidak dibarengi
kinerja menteri-menterinya.
“Harusnya para menteri dan
jajarannya mengkomunikasikan hal itu dengan baik ke masyarakat sehingga bisa
dipahami apa yang mau dikerjakan atau sedang dikerjakan. Salah satunya
pembangunan IKN hingga kini banyak masyarakat yang tidak paham. Jelas itu bukan
type pak Jokowi,” kata Sahat.
Sebagai pemimpin Pemuda Lintas
Agama, lanjut Sahat, untuk membangun Indonesia tidak cukup seorang Jokowi akan
tetapi seharusnya mentransformasikan visi mantan Wali Kota Solo dua periode itu
dengan baik.
“Pada Indonesia Emas 2045, Pemuda Lintas
Agama berharap hadirnya pemimpin yang menjunjung kebhinekaan. Belakangan ini
ada polarisasi yang terjadi, dan ini tugas bersama yang harus kita tuntaskan.
Karena pada dasarnya masyatrakat kita hidup damai, guyup dan toleran,” tukas
Sahat.
Hal senada disampaikan Bendahara
Umum GP Ansor Addin Djauharudin yang menegaskan bahwa apatisnya generasi muda
masuk organisasi dan politik menjadi tugas bersama Pemuda Lintas Agama untuk
memberikan semangat dan motivasi sehinga para generasi muda memiliki gairah tersendiri
terhadap organisasi dan politik.
“ini menjadi pekerjaan rumah-red
bersama para Pemuda Lintas Agama untuk memberikan semangat bagi dan motivasi
bagi generasi muda. Apalagi pada 2045, Indonesia memasuki bonus demografi.
Karena itu perlu mempersiapkan generasi muda yang berkualitas,” kata Addin.
Selain Sahat dan Addin, narasumber
lain yakni Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pengurus Pusat Pemuda Katolik,
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Dewan Pimpinan
Pusat Generasi Muda Mathla’ul Anwar, Pengurus Pusat Generasi Muda Khonghucu,
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat
Generasi Muda Buddhis.
0 Komentar