Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terhadap stigma yang kerap membandingkan krisis yang dialami Sri Lanka juga akan dirasakan oleh Indonesia cepat atau lambat. Namun, Jokowi membantah keras tudingan tersebut.
Jokowi menceritakan, sejumlah indikator perekonomian nasional masih menunjukkan angka yang menggembirakan meskipun berbagai negara kini diterpa dengan sejumlah krisis, seperti krisis pangan, krisis energi, hingga krisis keuangan.
"Kita lihat tadi angka pertumbuhan ekonomi jauh, angka inflasi juga jauh. Pertumbuhan ekonomi kita 5,4%, inflasi kita juga masih di angka 4,9%," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga masih berada di angka 39,6%, masih jauh di bawah batasan yang ditetapkan Undang-Undang (UU) yakni 60% dari PDB. Situasi perekonomian, kata dia, masih jauh lebih terkendali.
"Coba dilihat negara lain, Jepang, Eropa, AS, berapa sudah di atas 100. Artinya asal pengelolaan pinjaman di manage, dikelola dengan baik, enggak ada masalah soal pinjaman utang," katanya.
Jokowi mengatakan, utang yang ditarik pemerintah dalam strategi pembiayaan memang memiliki dampak jangka panjang. Namun, utang bukan menjadi persoalan apabila digunakan untuk kegiatan produktif dan menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.
"Pinjaman utang dipakai yang produktif, yang berikan return yang baik kepada anggaran jangan dipakai untuk hal yang berkaitan dengan konsumsi misalnya. Kalau untuk berkaitan yang produktif saya kira enggak ada masalah," jelasnya.
"Banyak infrastruktur, itu return daya saing, pelabuhan juga bisa memberikan kecepatan distribusi barang ke daerah antar pulau. Mobilitas barang, mobilitas orang ini menyangkut daya saing. [...] Saya kira kalau arahnya ke sana, nggak ada masalah. UU kita sampaikan maksimal 60%," jelasnya.
0 Komentar