Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ucapan selamat
kepada Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS) yang baru
diangkat sebagai perdana menteri negara tersebut.
Melalui sebuah kicauan di Twitter pada Jumat (30/9), Jokowi
menganggap MbS sebagai seorang teman dekat Indonesia.
"Saya mengucapkan selamat kepada HRH Putrah Mahkota
Mohammed bin Salman, teman dekat Indonesia, atas pengangkatannya sebagai
Perdana Menteri Arab Saudi," kata Jokowi dalam kicauannya di Twitter.
"(Saya) menantikan untuk bekerja sama lebih erat lagi
dalam memajukan hubungan bilateral kita, termasuk di bidang ekonomi,"
paparnya menambahkan.
Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud dari Saudi merombak
kabinet pemerintahan yang salah satunya melantik MbS sebagai perdana menteri
pada Selasa (27/9) melalui dekrit kerajaan.
MbS sebelumnya menjabat sebagai menteri pertahanan sekaligus
pemimpin de facto Arab Saudi.
Seorang pejabat Saudi mengungkapkan peran MbS sebagai
perdana menteri bakal sejalan dengan tugas yang diberikan Raja kepadanya.
Beberapa tugas itu termasuk menjadi perwakilan Saudi dalam
kunjungan asing dan menjadi tuan rumah pertemuan yang diselenggarakan kerajaan.
perdana menteri Arab Saudi bertugas memimpin Dewan Menteri.
Dewan tersebut bertanggung jawab atas urusan eksekutif dan administratif Arab
Saudi, seperti kebijakan asing dan dalam negeri, pertahanan, finansial,
kesehatan, dan edukasi.
Direktur Program Timur Tengah di Pusat Strategis dan Studi
Internasional (CSIS), Jon Alterman, menilai bahwa penunjukan MbS sebagai
perdana menteri tak bakal memberikan perubahan besar dalam kebijakan Saudi.
"Langkah ini menunjukkan status quo, di mana dia
mengarahkan agenda para menteri dan berkoordinasi di antara mereka," kata
Alterman, dikutip dari South China Morning Post.
Ia kemudian berucap, "Itu mungkin berhubungan dengan
aspek internasional, yakni secara formal menjadikannya kepala pemerintahan
ketimbang seorang kepala negara yang sedang menunggu diangkat secara
resmi."
Sebagaimana diberitakan The Straits Times, penunjukan
putra mahkota sebagai perdana menteri bukanlah sesuatu yang sering terjadi.
Pada 1950-an, mantan Putra Mahkota Faisal al Saud menjadi
perdana menteri dan mengambil alih pemerintahan. Namun, ini berujung pada
perebutan kekuasaan yang membuat raja Saudi kala itu lengser.
Meski begitu, seorang analis Saudi yang dekat dengan
pemerintah kerajaan, Ali Shihabi, menilai hal tersebut tak terjadi saat ini.
Penunjukan MbS sebagai perdana menteri bak "meresmikan
situasi de facto", katanya.
"Ini terlambat sebenarnya, mengingat dia [MbS] telah
menjadi CEO dari peran kepemimpinan Raja selama bertahun-tahun," lanjut
Shihabi.
Sementara itu, pakar politik Saudi di Universitas Birmingham,
Umar Karim, menilai MbS "telah melewati fase perebutan kekuasaan dan
memenangkannya, sehingga yang terjadi saat ini lebih kepada pengaturan
kewenangannya."
0 Komentar