Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah (Jateng) Adhi Wiriana mengatakan, pemberitaan yang menyatakan Jateng sebagai provinsi termiskin se-Jawa adalah narasi menyesatkan. Menurut Adhi, penghitungan kemiskinan dari suatu provinsi tidak didasarkan atas tingkat produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita saja.
“Menurut saya terkait pemberitaan hari ini yang menyatakan PDRB perkapita daerah Jateng menjadi daerah termiskin merupakan berita hoaks,” ujar Adhi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa PDRB perkapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng tahun 2021 adalah Rp 38,67 juta per tahun.
Namun, Rp 38 juta per tahun apabila dibuat rata-rata dengan dibagi 12 bulan akan menghasilkan angka Rp 3.222.500. Jumlah tersebut sudah melebihi dari minimum minimum regional (UMR) yang ditentukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.
“Melihat dari perusahaan besar yang menumpuk di Jakarta, Banten, Tangerang, dan Jawa Barat (Jabar) yang mengakibatkan PDRB perkapita menjadi tinggi. Namun bukan berarti lebih kaya, karena yang menikmati kue pembangunan hanya 1.000 orang yang memiliki penghasilan lebih dari miliaran rupiah. Sisanya kehidupannya rata-rata saja,” sebut Adhi.
Adhi menyebutkan lagi, tingkat pendapatan suatu daerah tidak segaris dengan tingkat kemiskinan. Sebab, PDRB bisa juga dikatakan sebagai pendekatan kesejahteraan semu.
Adhi memaparkan, menurut data yang ada, Jateng bukanlah provinsi termiskin di Pulau Jawa, meskipun data mencatat bahwa kemiskinan mencapai 11,25 persen lebih tinggi dari angka nasional yang mencapai 9,71 persen.
“Masih ada yang dikatakan lebih miskin dari Jateng, yakni Yogyakarta dengan angka kemiskinan mencapai 11,9 persen," kata Adhi.
"Kemudian dilihat dari jumlah penduduk miskin, sebenarnya Jabar dan Jawa Timur (Jatim) lebih tinggi dengan 4 juta penduduk miskin. Sementara untuk Jateng berada pada 3,9 juta penduduk miskin,” jelasnya.
0 Komentar