Sebagian generasi millennial apalagi Gen Z can't relate dengan catatan hitam sosok Prabowo. Apalagi, sebagian besar teman-teman elemen aktivis mahasiswa 1998 yang tak berprofesi sebagai politisi masih tetap menganggap Prabowo tak layak menjadi Presiden Indonesia.
Salah satu alasan paling mendasar adalah tetap rekam jejak hitam selama berkarir di militer, dan level emosionalnya yang tidak stabil sehingga tak layak untuk memimpin 278 juta rakyat Indonesia dengan pelbagai problem peliknya.
Prabowo tidak berubah, tetap saja emosional dan temperamental, meskipun usianya telah bertambah tua. Kadarnya saja yang berkurang. Bagi yang terlewat dengan catatan sejarahnya, bisa dengan mudah googling, misalnya "Prabowo gebrak meja podium" atau makian Prabowo kepada juru media dengan kata kunci "Prabowo pimpinan Jakarta Post brengsek".
Banyak sekali jejak digital arogansi yang merujuk pada periode kampanye Pilpres 2014 dan 2019 yang secara telanjang menunjukkan betapa tempramentalnya anak begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini.
Sebuah survei lawas, menjelang Pilpres 2014 yang diselenggarakan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, menyimpulkan Prabowo memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan otoriter.
Penelitian ini dilakukan terhadap 204 psikolog di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi yang berpengalaman dalam menilai kepribadian. Riset diadakan pada 18-27 Juni 2014, dimana sebanyak 76 persen psikolog, menyatakan Prabowo bakal menjalankan gaya otoriter jika terpilih menjadi presiden.
Saya tetap tidak bisa membayangkan orang yang pernah bertanggung jawab menghilangkan nyawa sejumlah orang, menjadi presiden kita.
Walaupun belakangan Prabowo sangat baik kepada para korban, dan bahkan merangkul sejumlah aktivis yang diculik, dan juga merekrut bekas anak buahnya di Tim Mawar, tetap saja tidak bisa menawarkan catatan kelam masa lalu.
0 Komentar