Sejumlah pengamat ekonomi satu suara dalam menilai janji kampanye yang sudah digaungkan bakal calon presiden, Prabowo Subianto. Ekonom menilai janji dari Prabowo ini masih bersifat populis untuk menggaet pemilih, namun hampir tidak mungkin untuk dijalankan kelak.
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira menilai janji-janji bombastis memang selalu diutarakan setiap 5 tahun sekali menjelang Pemilihan Presiden oleh siapapun kandidatnya. Dia menilai seringkali janji itu tidak merujuk pada kemungkinan anggaran yang tersedia untuk pelaksanaannya.
Prabowo menjanjikan makan siang dan susu gratis untuk semua murid di sekolah dan ibu hamil. Selain itu, Prabowo menilai gaji pegawai negeri sipil, TNI dan Polri perlu dinaikkan untuk mencegah mereka melakukan tindak pidana korupsi.
Bhima Yudhistira menilai Prabowo punya tugas untuk menjelaskan lebih detail mengenai program kesejahteraan yang ingin dia buat. Menurut dia, ketika bicara mengenai program kesejahteraan hingga menaikkan gaji PNS, TNI, dan Polri, maka Prabowo harus menjelaskan sumber anggaran program tersebut.
"Karena dengan program yang bombastis dan populis itu pajaknya dari mana, sedangkan rasio pajak kita masih cenderung rendah," kata dia.
Bhima menilai bila tak dijelaskan, maka janji populis Prabowo justru bisa bikin pengusaha gerah. Program kesejahteraan, kata dia, akan menggerus banyak anggaran. Ketika tidak ada solusi pembiayaan kreatif yang ditawarkan, kata dia, maka ujung-ujungnya sumber pembiayaan akan berasal dari pajak yang dibayarkan pengusaha. "Ini justru bisa jadi blunder," tutur dia.
Bhima juga menilai solusi pemberantasan korupsi Prabowo, yakni menaikkan gaji PNS terbukti tidak ampuh. Dia mencontohkan berbagai kasus yang mengguncang Kementerian Keuangan belakangan ini. Menurut dia, gaji PNS di Kemenkeu relatif tinggi, namun kasus korupsi tetap terjadi. "Jangan sampai yang terjadi adalah pemborosan karena belanja pegawai sudah besar sekali," kata dia.
0 Komentar