Warganet ramai gunjingkan kabar adanya perusahaan misterius dalam Kementerian Pertahanan dibawah Prabowo Subianto yang mengelola dana pengadaan alutsista dengan anggaran besar. Di akun FB mak Lambe Turah, sejumlah netizen malah mengait-ngaitkan dengan Pilpres 2024.
MLT: “Waduh....waduhh....si Dahnil mana nih.”
Al Said Yousouf: “Mantab Prabowo membangun negara dalam negara, negara kecil itu bernama Dephan, yang punya badan usaha pencari dana sendiri bernama TMI, yang punya pasukan sendiri bernama kopwalsus.”
Sutrisno Susilo: “Klu benar yo di usut lah.”
Hack: “Wekekekekek bagi2 jatah berjemaah ... kaya semakin kaya . Miskin semakin miskin wkekekekkek.”
Yopi Saputra: “Ga kebayangkan kalo dia jadi presiden.”
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan di bawah Menhan Prabowo Subianto diterpa isu tidak sedap karena memiliki Perusahaan Terbatas (PT) di lingkungan internalnya, yakni PT Teknologi Militer Indonesia (TMI).
PT TMI disebut-sebut memiliki kuasa untuk melakukan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista). Nilainya fantastis, mencapai Rp. 1.760 triliun. Informasi ini diberikan oleh salah satu anggota Komisi I DPR RI, yang menangani pertahanan kepada Analisis Militer Connie Rahakundini Bakrie.
"Kita dalam bahaya lho, kita punya anggaran yang harus habis di 2024, pengadaan alutsista jumlahnya kalau dirupiahkan Rp 1.760 triliun," kata Connie.
Anggaran tersebut harus habis dalam waktu sekitar 2,5 tahun lagi, namun belum terlihat secara jelas akan kemana perginya anggaran sebesar itu. Kemenhan juga belum membuka road map maupun masterplan alutsista yang akan dibeli.
Apalagi, Connie menyebut TNI dari beberapa Asisten Perencanaan dan Anggaran (asrena) yang mewakili matra tiap angkatan belum mengetahui akan pergi kemana anggaran tersebut. Padahal, seharusnya prajurit di lapangan yang menentukan alutsista apa yang bakal digunakan
"Harusnya pengadaan alutsista bottom-up, misalnya saya komandan skuadron, saya tahu kurang apa, masalah apa, kapan harus diganti dengan detil. Konstalasi atau ancaman apa yang akan diambil, bisa dibayangkan tiba-tiba angka keluar tapi asrena nggak tahu," sebutnya.
Usut punya usut, ternyata ada satu perusahaan di bawah kendali Kemhan yang bakal menangani pengadaan alutsista dengan nilai proyek sebesar itu, yakni PT. TMI. Connie menyebut perusahaan itu yang menjadi pengendali tunggal untuk beragam aspek, mulai dari Naval, Len, darat, laut, udara, cyber hingga termasuk peralatan pakaian. Seperti praktek monopoli.
"Keesokan harinya satu Jenderal telpon, kawan saya di salah satu Kementerian/Lembaga. Dia bilang, saya mau undang Mba karena saya di PT TMI," kata Connie.
Connie menyebut Kemenhan telah membantah pernyataannya soal kehadiran PT. TMI. Namun, Ia membuktikannya sendiri dengan langsung datang ke lokasi kantor PT yang seolah 'misterius' ini.
Sayang, ekspektasi besarnya mengenai perusahaan ini tidak tercapai ketika melihat gedung dan hal-hal mendasar lainnya terlihat kurang. Misalnya petunjuk ruang komisaris yang masih dalam bentuk kertas biasa, padahal perusahaan ini mengurusi anggaran sebesar Rp 1.760 triliun.
Dan lebih mencurigakan lagi, ternyata empat kader Partai Gerindra tercatat sebagai komisaris perusahaan alutsista tersebut. Mereka adalah Glenny Kairupan, Yudi Magio Yusuf, Prasetyo Hadi, dan Angga Raka Prabowo. Sesuai dengan akta PT Teknologi Militer Indonesia, Glenny menjabat komisaris utama perusahaan, sedangkan ketiga orang lainnya sebagai komisaris.
Peneliti sektor pertahanan dan keamanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muhamad Haripin, mengatakan keberadaan kader Gerindra di PT Teknologi memperlihatkan konflik kepentingan yang gamblang di jajaran Kementerian Pertahanan.
Ia berpendapat bahwa orientasi institusi pemerintahan dan partai serta perusahaan bertolak belakang. Lembaga pemerintah dan partai berorientasi kepada publik, sedangkan orientasi perusahaan bertujuan untuk mencari keuntungan.
"Dalam peraturan tak ada klausul Kementerian Pertahanan mencari keuntungan, tapi bagaimana menjalankan birokrasi untuk menjamin kedaulatan, keamanan," kata Haripin.
La khawatir kader-kader partai dapat menjadi moral hazard yang berisiko menciptakan penyelewengan berskala besar seperti kroupsi. Haripin meminta pemerintah meninjau ulang perencanaan pembelian alutsista ini serta melakukan pengadaan alutsista secara transparan dan akuntabel.
0 Komentar