Presiden Joko Widodo menandatangani Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (UU Sumbar) yang mengatur falsafah syariat Islam.
Undang-undang tersebut
ditandatangani serta diundangkan pada Senin (25/7). Situs resmi Kementerian
Sekretariat Negara mengunggah salinan UU Sumbar hari ini.
Penerapan syariat Islam diatur dalam
pasal 5 huruf c. Hal itu menjadi salah satu karakteristik Provinsi Sumatera
Barat.
"Adat dan budaya Minangkabau
berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara', syara' basandi kitabullah
sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku," bunyi pasal 5
huruf c UU Sumbar.
"Serta kekayaan sejarah,
bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan
kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat
masyarakat Sumatera Barat," bunyi lanjutan pasal tersebut.
Penerapan syariat Islam dijelaskan
pada bagian penjelasan pasal 5 huruf c. Falsafah adat basandi syara', syara'
basandi kitabullah diterapkan dengan berlandaskan Pancasila dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya, pengaturan syariat Islam
dalam UU Sumbar menjadi sorotan publik. Aturan itu dikhawatirkan menjadi
landasan pembuatan peraturan daerah yang hanya berlandaskan pada aturan agama
Islam.
Pakar hukum tata negara Universitas
Andalas Feri Amsari menyatakan pasal itu hanya menjelaskan karakteristik. Dia
menegaskan pasal tersebut tidak boleh dijadikan landasan untuk membuat perda
syariah.
"Sepanjang yang aku baca cuma
dalam rangka menjelaskan karakter masyarakatnya. Dalam UU itu, disebut ABS-SBK
itu dengan landasan Pancasila," kata Feri.
"Tidak bisa seperti Aceh yang
pasti," imbuhnya.
0 Komentar