Banyak sekarang ini orang membahas soal oligarki, tapi apa sudah paham yang dimaksud? Bagaimana dengan konteks-nya, nyambung gak? Ini yang kadang membuat kita sering tertawa sendiri, orang bicara dengan topik tertentu tapi jadinya ngalor-ngidul. Yang kebanyakan diketahui awam bahwa oligarki itu adalah pemerintahan yang dikuasai oleh beberapa orang atau kelompok dan untuk kepentingan orang atau kelompok tersebut.
Sebelum terlalu jauh belajarnya, kita pahami dulu soal konteks yang dimaksud dalam pembahasannya. Dalam teori akademik, biasanya menggunakan perspektif teoritis. Jika memang mau bicara tataran akademik, memang benar pengertian di atas, yang kemudian dibandingkan dengan demokrasi. Dalam demokrasi (teorinya) tidak akan terjadi demokrasi langsung. Rakyat dan atau bawahan hanya ikut, tanpa kontribusi.
Kok ada terminologi “bawahan”? Ya jika dalam pemerintahan, ada istilah pemimpin (pemerintah) dan ada pula yang dipimpin (rakyat). Hal ini sama dengan sebuah perusahaan, meski tidak mutlak sama, ada manajer, ada pula buruh/pekerja (bawahan). Namun tidak sama jika dikaitkan soal pemilikan. Bangsa ini bukan milik pemerintah, pemiliknya (kedaulatan) adalah rakyat. Sementara pemilik perusahaan adalah owner. Bawahan adalah orang yang dibayar.
Dalam sistem demokrasi langsung, one man one voice. Itu benar. Namun mengikuti perkembangan, hal tersebut sudah tidak mungkin lagi sepenuhnya dilakukan. Ada faktor pertumbuhan dan penambahan jumlah penduduk yang semakin banyak. Bayangkan jika tiap warga/penduduk didengar satu persatu suaranya, pasti membutuhkan waktu lama, tidak efektif dan tidak efisien.
Untuk itu dalam sistem negara modern model demokrasi langsung diganti dengan perwakilan (parlemen dan partai politik) dan menambah kewenangan penguasa, misal: mengambil keputusan dan membuat kebijakan. Meski begitu, penguasa diharapkan berdiri untuk kepentingan semua, tidak hanya untuk kepentingan segelintir orang. Begitupun penguasa harus berdiri independen tidak berada di bawah kepentingan kelompok nya (oligarki).
Yang disebut dengan orang atau kelompok yang bisa mengatur kekuasaan yang kemudian disebut oligarki itu adalah kalangan elite yang menjadi pendukung utama kekuasaan. Dia bisa partai politik maupun pemodal, atau bisa diistilahkan “pemilik saham” kekuasaan. Sehingga semua kebijakan pemerintah diputuskan oleh dan untuk “pemilik saham”. Itu yang disebut oligarki secara perspektif idealis.
Namu juga, perspektif lain yang perlu dilihat, secara realistis dan pragmatis apakah bisa demikian? Secara teori dan idealis memang harusnya bisa, namun belum pernah terjadi ada kekuasaan yang terbebas dari campur tangan “kekuatan” lain. Persoalannya, seberapa kuat kekuasaan tersebut dipengaruhi bahkan disetir “kekuatan” oligarki itu? Oligarki pada praktiknya juga terkait dengan istilah koalisi.
Sedang koalisi ini adalah istilah yang umum dalam politik, sangat biasa. Kekuasaan politik yang kuat maka butuh koalisi yang kuat pula. Namun bagaimana agar koalisi tersebut tidak menyandera penguasa. Kan begitu? Setiap kandidat yang ikut dalam kontestasi politik (baik di daerah maupun nasional), pasti membutuhkan dukungan partai politik maupun pemodal. Bahkan sekadar untuk menjadi calon saja sudah membutuhkan parpol.
Berbeda dengan pilkada yang bisa melalui jalur independen, di tingkat nasional seperti pilpres tidak bisa. Capres cawapres harus lahir diusung parpol. Lantas apakah parpol pendukung tersebut bukan oligarki? Apakah bisa capres cawapres hanya didukung rakyat? Kan tidak bisa begitu jika bicara dalam perspektif pragmatis dan realistis? Lantas bagaimana jika ada orang yang ingin bikin gerakan anti oligarki?
Jika bisa ya tunjukkan saja. Misal, Anies diyakini mewakili mereka yang anti oligarki, buktikan dia bisa nyapres tanpa didukung, diurus dan diatur parpol dan pemodal? Apakah bisa hanya didukung relawan Anies? Ya tidak mungkin. Kemudian, Jokowi disebut pemerintahan oligarki, yang mana? Jokowi tidak ada yang bisa mengatur, bahkan PDIP dan Megawati pernah tidak sama kebijakannya dengan Jokowi (lihat kasus PDIP yang kekeh menyodorkan Budi Gunawan sebagai Kapolri).
Beberapa kali PDIP pun “menyerang” kebijakan Jokowi, juga dengan partai lain. Namun lihat, justru partai yang terlihat (kini) semakin patuh dan takluk kepada Jokowi, karena bagi Jokowi tidak ada beban. Dia tidak pilih-pilih, kalau salah beri sanksi, kalau baik ya dipuji. Jika Jokowi dan koalisi serta dengan menterinya terlihat kompak, apa kemudian disebut oligarki? Hary Tanoe yang dianggap dekat dengan penguasa saja bahkan protes ke menkopolkam, Mahfud MD, soal pemadaman tv analog.
Jadi, banyak orang yang bicara dan kritis soal oligarki, tapi konteksnya tidak jelas. Menyebabkan jadi bahan candaan dan tertawaan banyak orang. Kritik Jokowi oligarki, tapi tidak melihat siapa dibelakang pencapresan Anies? Di sana ada Jusuf Kalla, Sofjan Wanadi, Surya Paloh, belum lagi dari keluarga Cikeas yang punya gerbong panjang sebagai jaring bisnisnya. Akankah dukungan mereka diabaikan begitu saja oleh Anies dan timnya? Tidak ada makan siang gratis. Ingat.
0 Komentar