Salah satu cara paling ampuh untuk menyuarakan ketidakadilan atau masalah dalam negara ini, adalah melalui gerakan mahasiswa atau kampus. Coba ingat lagi, siapa yang menumbangkan rezim Orde Baru, dan siapa yang turun ke jalan untuk menyuarakan masalah besar di negara ini? Mahasiswa, kan?
Dan ketika kampus, baik itu mahasiswa, alumni bahkan guru besar menyuarakan keprihatinan mereka, berarti demokrasi saat ini sedang mengalami yang namanya sakit parah. Artinya pemerintah sudah melangkah terlalu jauh di luar batas.
Ini semua dimulai dari UGM, sekelompok guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni berkumpul di Balairung UGM untuk menyampaikan Petisi Bulaksumur, pada hari Rabu kemarin. Mereka menilai semasa pemerintahan Jokowi, banyak penyimpangan yang terjadi, yaitu pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, dan pernyataan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh kampanye.
Dan satu hari setelah UGM menyuarakan keprihatinan, giliran sivitas akademikan Universitas Islam Indonesia atau UII gantian berkumpul dan menyampaikan kritik yang sama kepada Jokowi. Gerakan ini dipimpin langsung rektornya. Masalah yang merasa ungkit sama dengan yang lain, yaitu pencalonan Gibran akibat putusan MK di mana Pengambilan putusannya sarat intervensi politik, dan melanggar etika.
Satu hari setelah itu, giliran UI ikut menyampaikan ‘Seruan Kebangsaan’ kepada Pemerintah Jokowi. Melalui keterangan tertulis gerakan atas nama Keluarga Besar Universitas Indonesia, mereka menyampaikan keprihatinan atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi.
Mereka mengutuk semua penindasan kebebasan ekspresi. Mereka menyerukan netralitas aparat, hak memilih tanpa intimidasi dan pengawasan seluruh perguruan tinggi dalam proses demokrasi.
Selain itu, akan ada kampus lain yang juga menyusul, yaitu Unpad. Intinya sama, ada seruan-seruan yang akan dibacakan oleh guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni, tentang kritik terhadap situasi sosial, politik, ekonomi, dan hukum dalam kepemimpinan Jokowi.
Dalam waktu dekat, mungkin akan ada banyak lagi kampus-kampus lain yang ikut bersuara. Hari pemilihan sudah dekat, demokrasi kian amburadul, kalau terus dibiarkan begitu saja, negara ini akan rusak.
Kampus-kampus mulai bergerak karena mereka gelisah dan khawatir dengan nasib negara ini. Hanya karena terlalu sayang anak, negara ini diobrak-abrik seenaknya. Penindasan terhadap kebebasan berekspresi, tekanan dan Intimidasi terhadap rakyat agar memilih paslon tertentu, ketidaknetralan dari Pejabat Publik dan ASN, pelanggaran konstitusi yang sudah cukup parah. Semua tindakan itu, anak kecil pun tahu kalau itu melanggar hukum dan etika, merusak demokrasi.
Seruan-seruan dari kampus ini tujuannya cuma satu, yaitu mengingatkan para mahasiswa sekaligus seluruh rakyat Indonesia bahwa negara ini sedang dicengkeram oleh satu kelompok dan mereka tidak let go, tidak mau melepaskan karena sudah keenakan. Nikmat yang dirasakan tidak mau dilepaskan. Bila perlu mereka berkuasa terus selamanya.
Kalau mau secara frontal, ini adalah seruan agar tidak memilih pemimpin yang didukung Jokowi. Itu mungkin pesan secara tidak langsung. Karena dengan mendukung Prabowo-Gibran, artinya mendukung pemerintah dan artinya ikut mendukung terjadinya fenomena politik sekarang ini.
Satu-satunya cara untuk menghentikan tindakan ugal-ugalan ini secara Konstitusional adalah jangan biarkan mereka menang pilpres. Waktunya sudah dekat, mereka yang selama ini berdiam diri harus keluar dari sarangnya, mereka merasa harus bersuara supaya semua orang sadar ada bahaya besar yang mengancam demokrasi dan hukum.
0 Komentar